BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu
tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi seluruh penduduk, agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, untuk mencapai pembangunan tersebut
diperlukan sumber daya manusia yang sehat, baik jasmani maupun rohani.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 Bab I
Pasal 1 Ayat 1 bahwa : “Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup secara produktif sosial
ekonomi”.
Upaya kesehatan jiwa didasarkan pada landasan hukum
sebagaimana tercantum jelas dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992
Pasal 24 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa : “Upaya peningkatan kesehatan jiwa
dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual
maupun emosional”.
Kondisi jiwa yang sehat secara optimal, maka
terlebih dahulu kita harus mengenal arti dari kesehatan jiwa. Makna kesehatan
jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi
dalam kehidupan manusia dan hubungannya dengan manusia lain.
Schizofrenia
residual adalah keadaan schizofrenia dengan gejala-gejala primernya (gangguan
proses pikir, gangguan emosi, gangguan kemauan) tetapi tidak jelas, adanya
gejala-gejala sekunder (waham, halusinasi, gejala katatonik atau gejala
psikomotorik yang lain (W.F. Maramis, 1998 : 288)
Schizofrenia residual merupakan schizofrenia yang
menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpuk, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau
isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka,
kontak mata, suara dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk sehingga ini sangat berpengaruh
pada interaksi klien dalam kegiatan sosial. Schizofrenia residual dapat
mengakibatkan perubahan persepsi sensori pendengaran, perubahan proses pikir,
kerusakan komunikasi verbal, isolasi sosial dan bahkan akan lebih berkembang
dengan berkurangnya rasa percaya diri dan keinginan untuk menghindari orang,
jika keadaan seperti ini dibiarkan maka akan mengakibatkan gangguan yang lebih
parah seperti mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Oleh karena
itu sangat diperlukan pengobatan dan perawatan yang komprehensif untuk mencegah
keadaan yang lebih buru. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan orang lain
dan lingkungan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan
dengan lingkungan sosialnya.
Data statistik jumlah penderita gangguan jiwa yang
dirawat di ruang rawat inap yang diperoleh dari bagian pencatatan dan pelaporan
Rumah Sakit Jiwa Pusat Cimahi Jawa Barat tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Tabel I
Jumlah Penderita Gangguan Jiwa Berdasarkan Diagnosa
Penyakit
Yang Dirawat Di Ruang Inap Rumah Sakit Jiwa Cimahi
Jawa Barat Bulan Januari –
Mei 2007
No
|
Kode
|
Diagnosa
|
Jumlah
|
%
|
1.
|
F.20.0
|
Schizofrenia paranoid
|
160
|
40,10%
|
2.
|
F.20.5
|
Schizofrenia residual
|
94
|
23,56%
|
3.
|
F.20.9
|
Gangguan
psikosa akut dan sementara
|
56
|
14,04%
|
4.
|
F.20.8
|
Schizofrenia
YTT
|
20
|
5,01%
|
5.
|
F.20.1
|
Schizofrenia hebeprenik
|
20
|
5,01%
|
6.
|
F.20.2
|
Schizofrenia katatonik
|
13
|
3,26%
|
7.
|
F.31
|
Gangguan
episode depresi
|
13
|
3,26%
|
8.
|
F.22-F.24
|
Gangguan
schizoaffektif
|
5
|
1,25%
|
9.
|
F.25
|
Gangguan
Psikotik organik lainnya
|
4
|
1,00%
|
10
|
F.24
|
Gangguan afektif
bipolar
|
4
|
1,00%
|
11
|
F.29
|
Retardasi
mental
|
3
|
0,75%
|
12
|
F.50-F.69
|
Psikosa tak
khas
|
2
|
0,50%
|
13
|
F.28
|
Schizofrenia
tak terinci
|
2
|
0,50%
|
14
|
F.20.7
|
Schizofrenia
form (lainnya)
|
1
|
0,50%
|
15
|
F.03-09
|
Gangguan
mental lain akibat disfungsi otak dan penyakit fisik
|
1
|
0,25%
|
16
|
F.10-F.19
|
Gangguan
mental dan prilaku akibat zat psikoaktif
|
1
|
0,25%
|
17
|
F.20.4
|
Depresi pasca
schizofrenia
|
0
|
-
|
18
|
F.29
|
Schizofrenia
simpleks
|
0
|
-
|
19
|
F.23
|
Gangguan waham
induksi
|
0
|
-
|
Total
|
399
|
100%
|
Sumber :
Medical Record RS Jiwa Pusat Cimahi, Tahun 2007
Jika melihat dari jumlah penderita kasus di atas,
bahwa angka kesakitan Schizoafrenia Residual merupakan angka tertinggi kedua
setelah schizofrenia paranoid yaitu sebesar 23,56%. Dimana pada penderita ini,
timbul ciri yang khas yaitu adanya asosiasi yang longgar serta pernah mengalami
pengobatan dan terjadi kekambuhan.
Mengingat pentingnya perawatan pada klien dengan
perubahan sensori persepsi halusinasi dengar dalam mempercepat proses
penyembuhan serta diharapkan dapat mencegah kemungkinan timbulnya kekambuhan
pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi dengar. Bila
dibiarkan kronik dan tidak ditangani dengan segera, maka akan mengakibatkan
resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Penulis merasa tertarik dengan mengambil kasus
tersebut karena harus mendapat perhatian dalam penatalaksanaan keperawatan yang
sebaik-baiknya, meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual, sehingga hal ini
menuntut perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan
menggunakan proses keperawatan dan disesuaikan dengan kebutuhan klien serta
melaporkannya dalam bentuk karya tulis yang berjudul: “Asuhan Keperawatan
Tn. B Dengan Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar Akibat Schizofrenia
Residual Di Ruang Perkutut Rumah Sakit Jiwa Pusat Cisarua Cimahi Jawa Barat”.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
a.
Memperoleh gambaran nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan Perubahan sensori persepsi : Halusinasi dengar
akibat schizofrenia residual.
b.
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung
dan komprehensif, meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual pada klien
dengan pendekatan proses keperawatan.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu melakukan pengkajian pada klien Tn. B dengan
Perubahan Sensori persepsi : Halusinasi Dengar.
b.
Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien Tn. B
dengan Perubahan Sensori persepsi : Halusinasi Dengar.
c.
Mampu membuat perencanaan tindakan pada klien Tn. B
dengan Perubahan Sensori persepsi : Halusinasi Dengar.
d.
Mampu melakukan implementasi dari rencana tindakan yang
telah dilakukan pada klien Tn. B dengan Perubahan Sensori persepsi : Halusinasi
Dengar.
e.
Mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan hasil dari
tindakan keperawatan dan mampu menyusun laporan hasil asuhan keperawatan
melalui pendokumentasian dalam bentuk karya tulis.
C. Metode Telaahan
Dalam mengumpulkan data untuk melaksanakan asuhan
keperawatan ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi
kasus, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut
:
1.
Anamnesa / wawancara
Yaitu melakukan tanya
jawab untuk mendapatkan keterangan secara langsung pada klien maupun perawat.
2.
Observasi
Yaitu dengan mengamati
secara langsung kepada klien sehingga dapat melengkapi data yang telah
diperoleh.
3.
Studi Dokumenter
Menggunakan sumber yang
mencatat tentang hubungannya dengan klien baik dari status ataupun catatan
perawat.
4.
Studi Kepustakaan
Menggunakan berbagai
sumber pustaka yang mempunyai relevansi dengan kondisi klien.
5.
Partisipasi Aktif
Penulis melaksanakan
asuhan keperawatan secara langsung dalam praktek keperawatan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis membagi
dalam 4 (empat) Bab, yaitu : Bab I Pendahuluan, yang berisikan tentang
latar belakang masalah, tujuan penulisan baik secara umum maupun secara khusus,
metode telaahan dan sistematika penulisan; Bab II Tinjauan teoritis
berisikan konsep dasar meliputi pengertian perubahan sensori persepsi :
halusinasi dengar, klasifikasi schizofrenia, gejala maupun jenisnya,
psikodinamika dan dampaknya terhadap kebutuhan dasar manusia serta asuhan
keperawatan pada kasus perubahan sensori persepsi : halusinasi dengar. Bab
III Tinjauan Kasus dan Pembahasan yang merupakan laporan dari pelaksanaan,
evaluasi, catatan perkembangan serta pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi
yang berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan informasi
rekomendasi yang operasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar